Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi Kumpulan Sang Ulama Pejuang dan Guru Besar Tariqat Naqsyabandiyah di Minangkabau





Pernahkah anda mendengar nama Maulana Syekh Ibrahim Al-khalidi Kumpulan atau lebih dikenal dengan sebutan “Inyiak Balinduang Kumpulan” yaitu sebuah panggilan kepada seseorang yang dituakan di tengah masyarakat, dikenal alim, tawadhu’, wara’ dan punya tuah? Pernahkah anda tahu bahwa beliau itu semasa dengan Tuanku Imam Bonjol sekaligus ulama pejuang yang ikut serta membantu Tuanku Imam Bonjol dalam melawan penjajah Belanda?

Atau mungkin anda pernah menyimak video ceramah Da’i kondang Ustadz Abdul Somad, Lc., MA di You Tube yang sering menyebut nama “Inyiak Balinduang” ini? Yuk.. mari kita gali lebih dalam siapa itu Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi serta bagaimana perjalanan pendidikan dan perjuangannya dalam melawan penjajah dan memerdekakan Bangsa Indonesia. Kebetulan saya dulu sekolah di pondok pesantren MTI Koto Tuo Kumpulan yang dibangun oleh keluarga beliau (sebelum melajutkan ke ponpes MTI Canduang di Agam), ponpes ini posisinya bersebelahan dengan surau dan makam Maulana Syekh Ibrahim Kumpulan. Ya, berjarak sekitar setengah jam-an lah dari kampung saya jika  menggunakan kendaraan bermotor. 

Berikut ulasan biografi beliau (Berdasarkan sejarah ringkas yang pertama kali ditulis oleh Sulaiman Tuanku Saidina Ibrahim (penerus beliau sebagai Mursyid/guru ilmu tarikat naqsyabandiyah yang ke III di Kumpulan), setelah Syekh Abdul Jabar dan Buruak Tuanku Ibrahim. Kemudian penulisannya dilanjutkan oleh H. Nasrul Tuanku Syekh Ibrahim dan H. Abu Bakar Tuanku Saidina Ibrahim.


  A. Biografi, Perguruan Berbasis Surau dan Peninggalan

Nama asli dari Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi adalah Abdul Wahab, bersuku Melayu yang lahir pada tahun 1764 M di Kampung Sawah Laweh, kenagarian Koto Kaciak, kecamatan Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat dan wafat pada tahun 1914 M atau bertepatan dengan tanggal 21 Zul Qa’dah. Putra yang lahir dari hasil percintaan sepasasang kekasih yaitu Pahat (Ayah) dan Sari Aso (Ibu) ini telah mengenyam pendidikan agama sejak kecil. Saat Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi berumur 15 tahun ia sudah mengaji Al Qur’an ke salah seorang murid dari Syekh Burhanuddin Ulakan Pariaman di kenagarian Pasir Laweh Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Lalu pada umur 25 tahun beliau mempelajari kitab kuning yang mencakup Ilmu syariat dan mazhab Syafi’iyyah secara intens dan mendalam di Cangkiang Ampek Angkek Canduang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Beberapa tahun kemudian ia pun menunaikan ibadah haji ke Makkah Al Mukarramah dan setelah kembali dari Makkah beliau mulai berguru seputar ilmu thariqat, hakikat dan ma’rifat kepada pamannya sendiri bernama Syekh Muhammad Said Al-Khalidi (Inyiak Padang Bubuih) yang juga dikenal sebagai syekh besar di daerahnya Bonjol saat itu. Ya, pamannya inilah guru beliau yang pertama dalam ilmu thariqat.

Tak lama setelah itu (saya lupa tahun berapa) Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi kembali lagi ke Makkah dalam rangka memperdalam pengetahuannya tentang agama lalu bermukim (menetap) disana selama 7 tahun. Akhirnya di Makkah inilah beliau bertemu dan mengaji ilmu syariat dan tariqat kepada Maulana Syekh Khalid Kudri. Kebiasaan para ulama khusunya di Makkah ketika itu, kalau mereka sudah “khatam kaji” maka tibalah saatnya pemberian ijazah sebagai tanda bahwa mereka sudah berguru dan sudah boleh menyebarkan ilmu yang diterima dari gurunya itu kepada masyarakat. Dan hal itu tentunya juga berlaku bagi Maulana Syekh Ibrahim Al Khalidi.

Setelah menjadi orang ‘alim pada ilmu syariat dan hakikat akhirnya beliau kembali pulang ke kampung halamannya Minangkabau tepatnya di Sawah Laweh Kumpulan, Pasaman lalu membangun sebuah surau sebagai tempat mengaji agama yang kemudian diberi nama dengan “Surau Kaciak”. Namun, karena ruangan surau yang kecil dan sempit, sedangkan masyarakat dari berbagai penjuru negeri pada berdatangan untuk menimba ilmu agama, hal itu tentunya sangat membutuhkan tempat yang agak luas dan layak digunakan untuk mengaji. Karena itu kemudian dibangun sebuah kampung baru yang agak luas lingkungannya yang kemudian beliau beri nama dengan “Kampung Koto Tuo”.

Akhirnya, di Kampung Koto Tuo ini dibangun sebuah Rumah Gadang sebelas ruang yang bergonjong enam sebagai tempat tinggal untuk anak cucunya dan musafir. Juga dibangun sebuah masjid berukuran 12  x 12 beratap ijuk dan berdinding papan yang digunakan  sebagai tempat ibadah Jumat dan sebuah Masjid Batu (masih ada sampai sekarang) dengan ukuran 15 x 15 m yang berdinding dan berlantai batu . Selain itu juga dibangun sebuah surau dengan ukuran 12 x 15 terdiri dari tiga tingkat (secara fisik masih ada sampai sekarang hanya saja sudah dirobah menjadi surau yang permanen dengan nama “Surau Tinggi”). Surau ini difungsikan sebagai tempat untuk orang orang yang sedang melakukan ibadah “suluk”, dan di surau ini juga Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi Kumpulan pernah menetap bersama isterinya bernama Hj. Aminah. 
(Gambar 03: Surau Tinggi yang berfungsi sebagai tempat "suluk" adalah salah satu peninggalan Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi Kumpulan)

(Gambar 04: Surau atau Masjid Batu juga merupakan peninggalan dari Maulana Syekh Ibrahim Kumpulan. Di tempat ini pula beliau dimakamkan)

  B.  Murid Murid Penerus Keilmuan (Ilmu Syariat dan Hakikat)
Sudah menjadi rahasia umum di Minangkabau khususnya di Bonjol bahwasanya Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi Kumpulan (sahabat dari Tuanku Imam Bonjol ini) merupakan salah seorang wali keramat sekaligus tokoh pejuang kemerdekaan yang sangat disegani masyarakat dan ditakuti penjajah saat itu. Beliau dikenal luas sebagai “Guru Besar” dalam Ilmu Syariat dan Thariqat khususnya Thariqat Naqsyabandiyah yang telah melahirkan ratusan bahkan ribuan Ulama besar setelahnya baik di sekitar tanah Minangkabau sampai ke pulau Jawa dan Kalimantan. 

Di antara sekian banyak muridnya hanya beberapa yang saya ketahui dan bisa dituliskan di kolom ini (berdasarkan buku kecil yang disusun oleh ahli waris beliau)  yaitu:
1. Syekh Syahbuddin di Tapanuli Selatan, Prov. Sumatera Utara
2. Syekh Ismail di Pasir Pangeraian, Prov. Riau
3. Syekh Muhammad Basir Lubuak Landua, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat
4. Syekh Hasanuddin di Batur, Maninjau, Agam, Sumatera Barat
5. Syekh Yunus Buya Sasak, Kabupaten Pasaman
6. Syekh Abdullah di Sarasah, Talu, Pasaman
7. Syekh Mudo di Durian Tibarau, Kinali, Pasaman Barat
8. Syekh H. Muhammad Nur di Baruh Gunung, Kabupaten Lima Puluh Kota
9. Syekh Daud Durian Gunjo di Malampah, Pasaman
10. Syekh Abdul Jabbar Kumpulan, Bonjol, Pasaman
11. Syekh Ahmad, Agam
12. Syekh Muhammad Said, Bonjol, Pasaman
13. Syekh Abdurrahman bin Syekh Husyim di Kuran Kuran, Kab. Agam
14. Syekh Muhammad Zein di  Tanjung Medan, kec. Simpang Alahan Mati, Kab. Pasaman
15. dll
  
  C.  Perjuangan Melawan Penjajah Bersama Tuanku Imam Bonjol
Saat Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi Kumpulan atau dikenal “Inyiak Balinduang” berumur kurang lebih 50 tahun yaitu sekitar tahun 1821 sampai 1837 M (masih dalam situasi Perang Padri) beliau diminta oleh Tuanku Imam Bonjol untuk ikut serta berperang melawan penjajah Belanda. Ketika itu beliau bertugas sebagai penanam ranjau pada jalan yang biasa dilalui oleh serdadu Belanda di Bukit Talang ke Kenagarian Limo Koto dengan membawa alat sebisanya bersama rombongan. Hal ini sekaligus bertujuan menghalau penjajah dari bumi ibu pertiwi. Peperangan itu tidak hanya dilakukan satu kali saja tapi berkali kali. Suatu ketika Maulana Syekh Ibrahim pernah tertembak oleh peluru Belanda yang sangat banyak akan tetapi peluru itu tidak sampai membunuh beliau, hanya saja meninggalkan bekas bekas hitam. Banyak peristiwa-peristiwa luar biasa yang terjadi pada Maulana Syekh Ibrahim dan itu tidak bisa diserap dan ditangkap oleh panca indera yang zahir sama sekali, misalnya beliau tidak bisa difoto oleh penjajah saat itu dan masih banyak peristiwa peristiwa aneh lainnya. Ya mungkin ini yang disebut sebagai ilmu dan syafaat dari Rasulululah menurut para sufi. Wallahu A’lam.

  D.      Ahli Waris atau  Khalifah Yang Meneruskan Kepemimpinan
Setelah Maulana Syekh Ibrahim wafat pada tahun 1914 maka digantikan oleh penerus sesudahnya, di antaranya:
1. Syekh Abdul Jabbar sekaligus kemenakan dari beliau (wafat tahun 1931)
2. Tuanku Ibrahim merupakan cucu pertama dari Maulana Syekh (wafat tahun 1964)
3. Sulaiman Tuanku Saidina Ibrahim sekaligus merupakan cicit (wafat tahun 1986)
4. Nasrul Tuanku Saidina Ibrahim (wafat tahun 2004)
5. H. Abu Bakar Tuanku Saidina Ibrahim bin H. Latief bin Syekh Husin (yang sekarang dan alhamdulillah saya sempat belajar dan mengaji kepada beliau hafizhahullah.) Terlihat di foto yang saya upload, beliau paling tengah di apit oleh Ayah dan adek saya paling bungsu (sebelah kanan foto) & saya dan khalifah (sebelah kiri foto).    


Oleh: Muhammad Hidayatullah, Lc (Anak Siak Persatuan Tarbiyah Islamiyah) 

Komentar

  1. Assalamu'alaikum kami mau menanyakan adakah keluarga keturunan dari syekh Maulana Ibrahim ini yg masih hidup? Klo ada mohon hubungi saya 085332798284. Karena menurut cerita klg saya bahwa kakek buyut kami adalah imam Ibrahim dari Sumatera yg pas waktu perang padri dikaruniai ke laut dan terdampar di Banyuwangi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boleh hubungi ke no 082371469216
      Kebetulan kami menimbah ilmu disana..

      Hapus
    2. Ayah saya pernah bercerita, bahwa ayah dari ayah saya pernah menjadi penjaga mesjidnya, kakek dari ayah saya masih berjumpa dengan beliau, untuk tanggal kelahirannya itu saya kira tidak tepat,jika lahir 1764 M dan meninggalkan 1914, itu memiliki umur 207 tahun....jika ingin mengetahui biografinya lebih baik bercerita dengan orang-orang tua yang hidup di kampung itu, dan saya sendiri adalah orang asli kampung tersebut,saat ini saya tengah menempuh pendidikan di tunisia. mohon semua tulisan itu dapat memiliki gagasan fakta tentang kebenarannya

      Hapus
  2. Makamnya dimana ini?
    Masalahnya di kabupaten pasaman ada dan di kabupaten padang pariaman juga ada. Yg mana yang benar?

    BalasHapus
  3. Asalamualaiqum. Insya allah bisa hub sy di no 081298877001.

    BalasHapus
  4. Mungkin ada sedikit ket yg bs sy bantu.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa itu Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Tarbiyah-PERTI) ?