Apa itu Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Tarbiyah-PERTI) ?



Oleh: Muhammad Hidayatullah, Lc., S.Ag (Anak Siak Persatuan Tarbiyah Islamiyah)

Bagi orang luar Sumatera sekarang ini tampaknya agak asing dan janggal dengan kalimat dan logo di atas (tengah) karena memang agak jarang bersentuhan dengannya. Tapi, jika mereka membaca sejarah tentu mereka akan mengerti betapa besarnya pengaruh organisasi ini semenjak pra-kemerdekaan hingga hari ini dalam memerdekakan bangsa serta membangun peradaban Indonesia. Ya, inilah (tengah) logo Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Tarbiyah-PERTI) terbaru setelah Ishlah (yaitu bersatu kembali setelah pecah pada tahun 1970).

Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Tarbiyah-PERTI) merupakan hasil ishlah dari Persatuan Tarbiyah Islamiyah (yang didirikan pada tanggal 5 Mei tahun 1928 oleh segenap ulama tradisional atau “Kaum Tua” Minangkabau di sebuah pesantren di Candung, Bukittinggi) yang selama ini sempat pecah menjadi dua bagian pada tahun 1970 yaitu menjadi Tarbiyah (logo sebelah kanan, dipakai sejak awal berdiri organisasi ini) dan PERTI (logo sebelah kiri). Alhamdulillah, kemudian keduanya telah resmi ishlah pada Jumat, 21 Oktober 2016 yang bertempat di Hotel Menara Peninsula, Slipi, Jakarta Barat. Dan tentunya perpecahan ini dilatarbelakangi oleh berbagai konflik internal maupun eksternal. 

Sebagaimana yang saya sebutkan di awal tadi bahwa Persatuan Tarbiyah Islamiyah didirikan pada tahun 1928 tepatnya dua tahun setelah Nahdhatul Ulama (NU) berdiri.  Adapun yang mendirikan organisasi ini adalah ulama-ulama tradisional Minangkabau atau biasa dikenal dengan “Kaum Tua” yang di antaranya adalah  Syekh Sulaiman Arrasuli di Candung, Syekh Muhammad Jamil Jaho di Padang Panjang, Syekh Muhammad Abdul Wahid Ash-Solihi Tabek Gadang di Payakumbuh dan lain-lain. Persatuan Tarbiyah Islamiyah didirikan untuk mempertahankan Aqidah Ahlussunnah wal Jamaah dan mazhab Syafi’iyyah di tanah Minang serta berupaya memajukan pembangunan pendidikan berbasis pesantren atau dikenal dengan nama Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) dimana sebelum itu pun telah berdiri beberapa buah pesantren. Selanjutnya organisasi ini juga tetap selalu ramah terhadap adat istiadat setempat selama adat tersebut sesuai dengan ajaran Islam. Persatuan Tarbiyah Islamiyah merupakan benteng pertahanan kaum tradisional Islam terhadap penyebaran paham dan gerakan pemurnian yang gencar-gencarnya saat itu oleh Kaum Muda. Maka, tak heran jika tradisi seperti tahlilan, yasinan, maulidan, qunutan, ziarah kubur dan tarekat masih tetap terealisasikan di kalangan Persatuan Tarbiyah Islamiyah sampai hari ini.

Kalau di Jawa ada NU maka di Minangkabau ada Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Ya, begitulah kiranya ungkap saya dalam menilai kedekatan dan kesamaan dua organisasi besar ini. Sepembacaan saya dua organisasi tersebut sangatlah dekat dan saling berpacu dalam membangun keilmuan, keislaman dan keindonesiaan di tanah air ini. Terlebih lagi kedua-duanya ibarat dua jasad tapi satu ruh dan satu arah tujuan.  Bagaimana tidak? Hal itu terlihat dari kesamaan ideologi, mazhab dan sebagainya. Dari segi akidah sama-sama mengikut Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi. Dari segi Fiqih mengikut imam yang empat (mujtahid muthlaq) walaupun dalam berfatwa dan praktek ibadah sehari-hari lebih menonjol ke mazhab Imam Syafi’i. Sedangkan dari segi tasawwuf mengikut Imam Junaid dan  Abu Hamid Al-Ghazali.

Dalam tatanan pemerintahan Perti juga turut berkontribusi aktif dan berjuang di kancah politik misalnya dengan bergabung ke GAPI dalam aksi Indonesia Berparlemen serta turut memberikan konsepsi kenegaraan kepada Komisi Visman. Setelah kemerdekaan Persatuan Tarbiyah Islamiyah pun membentuk partai politik sehingga sewaktu pemilihan umum 1955 ia mendapatkan empat kursi DPR-RI dan tujuh kursi Konstituante. Namun, setelah itu Presiden Soekarno membubarkannya dan Perti tetap mendapat dua kursi di DPR. Banyak sekali tokoh-tokoh Persatuan Tarbiyah Islamiyah yang berperan penting dalam pemerintahan, pendidikan dan keagamaan di antaranya adalah KH. Sirajuddin Abbas/penulis buku 40 Masalah Agama dan I’tiqad Ahlussunnah wal Jamaah (dipercaya sebagai Menteri Keselamatan Negara RI di era pemerintahan Soekarno) dan Rusli Abdul Wahid (Menteri Negara Urusan Umum dan Irian Barat) dan masih banyak lainnya. Lalu pada masa ini muncul pula seorang tokoh baru yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia yaitu Ust. Abdul Somad, Lc. MA


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maulana Syekh Ibrahim Al-Khalidi Kumpulan Sang Ulama Pejuang dan Guru Besar Tariqat Naqsyabandiyah di Minangkabau